Wednesday 2 December 2015

PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA REMAJA

PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA REMAJA
Makalah
Disusun Oleh :

Catarina Mandroh                                        (141434008)
Krista Putri Pangaribuan                            (141434033)
Flaviana Retno Wardani                              (141434043)
Hendrika Micelyn Amelia Ngamput           (141434077)
Monica Tanjung Isti Daryati                       (141434079)




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakasih, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi pembahasan tentang perkembangan kognitif pada remaja.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Psikologi Remaja yang selalu memberikan ilmu pengetahuan yang berguna bagi penulis. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan dalam proses belajar di perkuliahan ini. Semoga dukungan dan semangat tersebut dapat menjadi motivasi penulis dalam mengembangkan diri dan berkarya.
            Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang berguna bagi para pembaca yang sedang dalam proses belajar. Semoga kita semua selalu memiliki semangat dalam belajar dan berkarya.


Yogyakarta, 14 Oktober 2015






DAFTAR ISI


Kata Pengantar................................................................................................ 2
Daftar Isi........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah................................................................................... 5
C. Tujuan..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 6
  1. Hakikat Perkembangan Kognitif Remaja…………………….……...….6
  2. Karakter Perkembangan Kognitif Remaja…………………………...….8
          C.     Perbedaan Perkembangan Kognitif Remaja Lelaki & Perempuan........17
          D.    Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Kognitif Remaja......20
BAB III PENUTUP………………………………………………………….23
  1. Kesimpulan…………………………………………………………......23
  2. Saran………………………………………………………………….....24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...25



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
“Remaja”, kata yang mengandung berbagai macam kesan. Beberapa orang mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa saja, tidak berbeda dengan kelompok manusia yang lain. Sedangkan beberapa pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua. Selain pendapat tersebut, terdapat juga yang berpendapat bahwa remaja adalah potensi yang harus dimanfaatkan (Mappiare, 1982).
Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Akan tetapi, dalam fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa anak potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik (Hartinah, 2008).
Perkembangan yang pesat dalam aspek intelektual dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan. Perkembangan intelektual yang terus menerus, menyebabkan remaja mampu berpikir operasional formal. Tahap tersebut memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apasaja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan masa remaja dari masa-masa sebelumnya.
Selain itu, perkembangan bakat khusus atau minat pada remaja juga sudah mulai tertata serta mulai berkurang berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi baik dari diri sendiri maupun dari lingkungannya. Semua remaja sedikit banyak memiliki minat-minat khusus tertentu yang terdiri dari berbagai kategori.
Perkembangan intelektual dan bakat khusus atau minat tersebut merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja. Perkembangan kognitif ini mempengaruhi bagaimana cara berpikir, menganaisis sebuah permasalahan, serta kesukaannya terhadap suatu hal tertentu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan kognitif masa remaja?
2.      Apa sajakah tahap-tahap perkembangan kognitif pada remaja?
3.      Apa sajakah cakupan atau macam-macam perkembangan kognitif pada remaja?
4.      Apa sajakah faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif remaja?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui tentang perkembangan kognitif remaja.
2.      Mengetahui tahap-tahap perkembangan kognitif pada remaja?
3.      Mengetahui cakupan atau macam-macam pertumbuhan kognitif pada remaja.
4.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kognitif remaja.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Hakekat Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan kognitif adalah perkembangan dari pikiran. Pikiran adalah bagian dari otak, bagian yang digunakan yaitu untuk pemahaman, penalaran, pengetahuan, dan pengertian. Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (inteligensi)yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan kepada ide-ide dan belajar (Susanto, 2011:47).
Psikologi kognitif mencakup keseluruh proses psikologis – dari sensasi ke persepsi, pengenalan pola, atensi, kesadaran, belajar, memori, formasi konsep, berpikir, imajinasi, kecerdasan, bahasa, emosi, dan bagaimana keseluruhan hal tersebut berubah sepanjang hidup (terkait perkembangan manusia) – dan bersilangan dengan berbagai bidang perilaku yang beragam (Solso, 2007).
Perkembangan kognitif remaja menggambarkan bagaimana pikiran remaja berkembang dan berfungsi untuk dapat berpikir. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operation). Idealnya, seorang remaja sudah punya pola pikir sendiri. Diantaranya bisa digambarkan yaitu: mulai bisa berpikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak, mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah, serta mulai memikirkan masa depan, muncul kemampuan nalar secara ilmiah dan belajar menguji hipotesis atau permasalahan, belajar instropeksi diri, wawasan berpikirnya semakin luas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, jati diri atau identitas. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tapi juga akan mengadaptasi informasi tersebut dengan pemikirannya sendiri (Santrock, 2003).
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf yang berfungsi memperoses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu, pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf  prontal lobe - belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral. Prontal lobe ini berfungsi dalam aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan. Perkembangan prontal lobe tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru (Desmita, 2010).
Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya. Remaja juga sudah dapat menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru (Jahja, 2011).
Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal. Tahap formal operations adalah suatu tahap di mana seseorang telah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi (Jahja, 2011).
Ditinjau dari perspektif teori kognitif  Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thought) yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini, anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi. Selain itu, pada tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematik untuk memecahkan permasalahan.
Sebagai contoh apabila terdapat mobil yang tiba-tiba mogok misalnya, bagi anak yang berada pada tahap konkrit operasional segera diambil kesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungkan sebab-akibat dalam satu rangkaian saja. Lain halnya dengan remaja, ia bisa memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil tesebut mogok, seperti mungkin businya mati, mungkin platinanya atau kemungkinan-kemungkinan lain yang memberikan dasar bagi pemikirannya. Dari teori Piaget tersebut maka dapat dipahami bahwa pemikiran remaja pada tahap operasional formal ini sudah meliputi kemampuan untuk berpikir secara abstrak, dapat menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia (Jahja, 2011).

B.     Karakteristik Perkembangan Kognitif Remaja
Karakteristik pemikiran remaja yaitu remaja dapat berpikir secara abstrak, idealistis, dan logis karena ia telah masuk dalam tahap pemikiran operasional.
-          berpikir abstrak, yaitu remaja dapat memecahkan persamaan-persamaan aljabar yang abstrak.
-          berpikir idealistis, yaitu remaja sering berpikir tentang apa yang mungkin, mereka berpikir tentang ciri ideal mereka sendiri, orang lain, dan dunia.
-          berpikir logis, yaitu remaja mulai berpikir seperti ilmuwan yang menyusun rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah.

Tahap Perkembangan Kognitif Remaja
Tahap perkembangan kognitif pada remaja secara garis besar dapat ditinjau
dari dua segi perubahan perkembangan-perkembangan kognitif, diantaranya:
1.      Pemikiran Operasional Formal
Pemikiran operasional formal (formal operational thought), yaitu suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara abstrak atau hipotesis serta mampu memikirkan sesuatu yang akan terjadi (sesuatu yang abstrak) (Samsunuwiyati, 2005).
Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget bahwa pemikiran operasional berlangsung antara usia 11 hingga 15 tahun. Beberapa gagasan Piaget tentang pemikiran operasional formal baru-baru ini ditantang (Byrnes, 1988; Danner, 1989; Keating, sedang dicetak; Lapsley, 1989; Overton & Byrnes, 1991; Overton & Montangero, 1991), ternyata terdapat lebih banyak variasi individual pada pemikiran operasional formal dari pada yang dibayangkan oleh piaget. Hanya kira-kira satu dari tiga remaja muda adalah pemikir operasional formal (Santrock, 2003).
Ketika remaja berpikir lebih abstrak dan idealistis, mereka mereka juga berpikir lebih logis. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi nama penalaran deduktif hipotestis. Penalaran deduktif hipotetis (hypothetical deductive reasoning) adalah konsep operasional formal Piaget, yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudian mereka menarik kesimpulan secara sistematis, atau menyimpulkan, pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah
(Santrock, 2012).
Akan tetapi, anak tahap formal operasional mulai mampu memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk memecahkan masalah tersebut (Santrock, 2012).
            Menurur Samsunuwiyati (2005), Piaget membedakan gaya pemikiran formal operasional dari gaya pemikiran konkret operasional dalam tiga hal penting, yaitu:
1.      Penekanan pada kemungkinan versus kenyataan.
2.      Penggunaan penalaran ilmiah, kualitas ini terlihat ketika remaja harus memecahkan remaja harus memecahkan beberapa masalah secara sistematis.
3.      Kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide.

2.      Perkembangan Pengambilan Keputusan
Remaja adalah masa dimana terjadi peningkatan pengambilan keputusan. Dalam hal ini mereka mulai mengambil keputusan-keputusan tentang masa depan, keputusan dalam memilih teman, keputusan tentang apakah melanjutkan kuliah setelah tamat SMU atau mencari pekerjaan, keputusan untuk mengikuti les bahasa Inggris atau komputer, dan sebagainya (Samsunuwiyati, 2005).
Transisi dalam pengambilan keputusan muncul kira-kira pada usia 11 hingga 12 tahun dan pada usia 15 hingga 16 tahun. Misalnya, dalam suatu studi, murid-murid kelas 8, 10, dan 12 diberikan dilemma-dilemma yang meliputi pilihan atas suatu prosedur medis. Murid-murid yang paling tua cenderung menyebutkan secara spontan berbagai resiko, menyarankan konsultasi dengan seorang ahli luar, dan mengantisipasi akibat-akibat masa depan (Santrock, 2002).
Pengambilan keputusan oleh remaja yang lebih tua sering kali jauh dari sempurna, dan kemampuan untuk mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan semacam itu akan dibuat dalam kehidupan sehari-hari, luasnya pengalaman sering memainkan peran yang sangat penting. Untuk itu, remaja perlu memiliki lebih banyak peluang untuk mempraktekan dan mendiskusikan pengambilan keputusanyang realistis. Salah satu strategi untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan remaja terhadap pilihan-pilihan dalam dunia nyata seperti masalah seks, obat-obatan dan dan kebut-kebutan di jalan adalah dengan mengembangkan lebih banyak peluang bagi remaja untuk terlibat dalam permainan peran dan pemecahan masalah kelompok yang berkaitaqn dengan kondisi-kondisi semacam itu di sekolah (Samsunuwiyati, 2005).

3.      Macam-macam Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan Kognitif pada remaja dibagi menjadi dua bagian yang umum yaitu perkembangan intelektual dan perkembangan bakat khusus atau minat. Perkembangan Intelektual berkaitan dengan kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti, atau pemikiran. Intelektual biasanya dihubungkan dengan Intelligence Quatient (IQ). Sedangkan perkembangan bakat khusus atau minat berhubungan potensi atau talenta.

a.      Perkembangan Intelektual
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language, istilah intellect, berarti :
1)      Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya;
2)      Kecakapan mental yang besar, sangat intelligence;
3)      Pikiran atau intelegensi (Fatimah, 2010)
Gunarsa (1990), mengajukan beberapa rumusan mengenai intelegensi yaitu sebagai berikut :
1)      Intelegensi merupakan suatu kumpulan seseorang yang memungkinkannya memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
2)      Intelegensi adalah suatu bentuk tingah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tindakan.
3)      Intelegensi meliputi pengalaman dan kemampuan bertambahnya pegertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
4)      William Stem mengemukakan bahwa inteegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
5)      Binet berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu, lingkungan turut berperan dalam pembentukan intelegensi.
6)      Wechler merumuskan intelegensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.” (Singgih & dkk, 1990)
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa intelegensi memiliki definisi yang sama dengan intelek yang berarti kemampuan berpikir atau kemampuan dalam bertindak terhadap suatu hal. Banyak para ahli psikologi yang telah mengembangkan berbaga alat ukur untuk menyatakan tingkat intelegensi seseorang. Salah satunya adalah Tes Binet Simon yang pengukurannya dinyatakan dalam angka yang menggambarkan perbandingan kecerdasan mental atau mental age (MA) dengan umur kalender atau chronological age (CA). Perbandingan tersebut biasa disebut Intelligence Quatient (IQ) yang artinya perbandingan kecerdasan.
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur karena perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut tidak mudah terlihat. Pada masa remaja, kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk terus bertambah. Pada awal remaja kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal atau berpikir abstrak, pada masa ini, ia telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang mungkin disamping hal yang nyata. Pada usia ini ia telah berpikir hipotetik (Fatimah, 2010).
Berpikir operasional formal setidak-tidaknya memiliki dua sifat yang penting, yaitu sebagai berikut :

     1)      Sifat deduktif hipotesis
Dalam menyelesaikan masalah, remaja biasanya dalam mengawali pemikiran akan bersifat teoritis. Remaja akan menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara peyelesaian masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian berdasarkan cara berpikir induktif atau deduktif maupun kombinasi keduanya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, ia dapat membuat suatu strategi penyelesaian masalah. Remaja mengajukan pendapat atau prediksi tertentu (proporsi), kemudian mecari hubungan dari proporsi tersebut.

     2)      Berpikir operasional juga berpikir kombinaris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara melakukan analisis. Dengan berpikir operasional formal, seorang remaja akan memperoleh problem solving yang benar-benar ilmiah serta dimungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabe-variabel tertentu. Berpikir abstrak atau formal operation merupakan cara berpikir yang bertalian dengan hal-hal abstrak dan kejadian-kejadian yang tidak langsung dihayati (Fatimah, 2010).
Dalam suatu eksperimen yang dilakukan Piaget dan Inhelder (1958), kepada anak-anak dan remaja diberikan lima tabung yang berisi cairan tanpa warna. Empat tabung diberi label 1,2,3, dan 4, serta tabung kelima diberi label g. kepada anak-anak diminta untuk mengombinasikan cairan-cairan tersebut sehingga diperoleh cairan yang berwarna kuning. Dalam melakukan tugas ini, maka anak-anak tahap pra-operasional akan mengombinasikan cairan yang satu ke yang lain secara tidak teratur. Anak-anak pada tahap konkrit operasional akan mengombinasikannya secara lebih teratur dan mencoba memecahkan persoalan ini melalui trial and error. Mereka mencoba menuangkan cairan dalam tabung dengan label g ke dalam masing-masing dari keempat tabung lain, dan setelah itu ia menyerah (Desmita, 2010).
Akan tetapi, anak tahap formal operasional mulai mampu memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk masalah tersebut. Oleh karena itu mereka mencoba semua kemungkinan kombinasi dan secara sistematis akan menambahkan cairan dalam tabung g ke dalam keempat tabung cairan lain. Kemudian ia akan mengambil tabung 1 dan mengombinasikannya dengan g, kemudian dengan tabung 2, kemudian dengan tabung 3, dan dengan tabung 4, serta sering mencatat tentang apa yang telah mereka coba.
Cara berpikir tersebut terlepas dari tempat dan waktu. Akan tetapi, cara berpikir hipotesis deduktif yang sistematis tidak selalu dicapai oleh semua remaja. Tercapai atau tidaknya cara berpikir ini tergantung pada tingkat intelegensi dan kebudayaan sekitarnya.

b.      Perkembangan Bakat Khusus atau Minat
Terdapat perbedaan antar individu dalam tingkat kemampuan atau prestasi. Hal ini karena terdapat perbedaan bakat yang dibawa sejak lahir dan hasil dari latihan atau pengalaman. Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan melalui latihan. Jadi, bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relatif bersifat umum atau khusus (talenta) (Fatimah, 2010).
Sedangkan minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan – kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa bakat dan minat berbeda tetapi memiliki kesamaan dalam hal pilihannya terhadap suatu hal tertentu (Mappiare, 1982).
Faktor perbedaan bakat atau minat khusus bergantung pada seks, intelegensi, lingkungan dimana dia hidup, kesempatan untuk mengembangkan minat, minat teman sebaya, status dalam kelopok sosial, kemampuan bawaan, minat keluarga, dll. Dalam masa remaja, minat yang dibawa pada masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti oleh minat yang lebih matang. Selain itu, tanggung jawab yang harus dipikul semakin besar serta berkurangnya waktu yang dapat digunakan sesuka hati, maka remaja dari waktu ke waktu harus membatasi minatnya, terutama dbidang rekreasi (Hurlock, 1980).
Semua remaja sedikit banyak memiliki minat-minat khusus tertentu yang terdiri dari berbagai kategori. Meskipun terdapat berbagai ragam minat, namun terdapat minat tertentu yang hampir universal yaitu :

a.      Minat Rekreasi
Selama masa remaja, remaja cenderung menghentikan aktivitas rekreasi yang menuntut banyak pengorbanan tenaga dan berhenti serta akan bertindak sebagai pengamat yang pasif. Pada awal masa remaja, aktivitas permainan akan diganti dengan bentuk rekreasi yang lebih matang. Pola rekreasi tersebut hampir sama dengan pola akhir masa remaja dan pada awal masa dewasa.
Beberapa macam minat rekreasi remaja yaitu:
·         Permainan dan Olah raga
Remaja mulai menyukai olahraga tontonan daripada olahraga yang terorganisasi. Selain itu, remaja lebih menyukai permainan yang menuntut keterampilan intelektual seperti permainan kartu, dll.
·         Bersantai
Remaja gemar bersantai dan mengobrol dengan teman-teman. Mereka makan sambil bergurau atau membicarakan orang lain mauun hal-hal yang lagi populer pada saat itu.
·         Hobi
Remaja yang kurang populer lebih berminat pada hobi dibandingkan dengan bentuk rekreasi lain karena sebagian besar hobi merupakan kegiatan rekreasi seorang diri.
Selain minat rekreasi yang teah disebutkan diatas, masih terdapat berbagai macam minat rekreasi yang dilakukan remaja. Banyaknya rekreasi yang diikuti remaja sangat dipengaruhi oleh derajat kepopulerannya. Selain itu, banyaknya tekanan yang berasal dari tugas sekolah, tugas rumah dan kegiatan lain yang membatasi waktu untuk rekreasi juga menjadi salah satu faktor.

b.      Minat Sosial
Minat yang bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh remaja untuk mengembangkan minat tersebut pada kepopulerannya dalam kelompok. Beberapa minat sosial remaja diantaranya adalah menolong orang lain, peristiwa dunia yang diungkapkan melalui bacaan dan pembicaraan dengan teman, guru, dan orang lain. Selain itu, minat sosial lainnya adalah minat remaja untuk mengkritisi orang lain.

c.       Minat Pendidikan
Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka terhadap pekerjaan. Apabila remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja lebih menaruh minat terhadap pelajaran yang berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya.
Selain itu, terdapat pula remaja yang tidak berminat pada pendidikan dan biasanya membenci sekolah. Remaja yang tergolong dalam hal tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.      Remaja yang orangtuanya memiliki cita-cita tinggi yang tidak realistik terhadap prestasi akademik, atletik, atau prestasi sosial yang terus menerus mendesak untuk mencapai sasaran yang dikehendaki.
2.      Remaja yang kurang diterima oleh teman-teman sekelas yang merasa tidak mengalami kegembiraan sebagaimana yang dialami oleh yang lain.
3.      Remaja yang matang lebih awal, yang merasa fisiknya jauh lebih besar dibandingkan dengan ang lain sehingga seringkali diharapkan berprestasi lebih baik daripada yang lain.
Para remaja yang kurang berminat pada pendidikan biasanya menunjukkan ketidaksenangannya dengan cara menjadi orang yang berprestasi rendah – bekerja dibawah kemampuan dalam setiap mata pelajaran atau dalam mata peajaran yang tidak disukai. Selain itu, terdapat pula yang membolos baik dalam mata pelajaran yag tidak disukai ataupun semua mata pelajaran.

d.      Minat Religius (Agama)
Minat pada agama tamak dengan adanya pembahasan agama dikalangan remaja, mengikuti pelajaran agama disekola dan di perguruan tinggi, mengikuti upacara keagamaan sesuai dengan keyakinan yang dianutnya, dll. Minat religius remaja memiliki pola perubahan yang sistematis yaitu:
1.      Periode Kesadaran Religius
Pada saat remaja mengikuti keyakinan orang tua, minat religiusnya meninggi dan mengakibatkan menjadi bersemangat mengenai agama. Seringkali akan dibandingkan dengan keyakinan orang lain secara kritis.
2.      Periode Keraguan Religius
Berdasarkan analisis yang dilakukan secara kritis, remaja akan sering bersikap skeptis pada berbagai bentuk religius, seperti berdoa dll. Bagi beberapa remaja, keraguan yang tercipta akan membuat mereka kurang taat pada agama. Sebagian yang lain, kan mencari kepercayaan yang lain.
3.      Periode Rekontruksi Agama
Cepat atau lambat, remaja akan membutuhkan kepercayaan agama meskipun kepercayaan pada masa kanak-kanak kurang memuaskan.

C.    Perbedaan Perkembangan Kognitif Remaja Lelaki & Perempuan
Struktur Otak
Otak lelaki cenderung berkembang dan memiliki ketrampilan spasial yang kompleks seperti perancangan mekanis, pengukuran, penentuan arah, abstraksi, dan manipulasi benda-benda fisik. Hypothalamus mengatur sekresi hormon-hormon kita. Suplai hormon testosteron selama dalam kandungan dan kemudian pada masa puber turut mempengaruhi kecenderungan kaum lelaki untuk memakai strategi-strategi spasial dan mekanis di dalam otak mereka (Santrock, 2003).

Perbedaan Kondisi Biologis
Setelah melewati penelitian bertahun-tahun, para pakar mengemukakan bahwa adanya perbedaan fisik yang terlihat jelas antara otak lelaki dan perempuan. Perbedaaan struktur seperti inilah yang kemudian berpengaruh juga pada perilaku, perkembangan mental, dan proses kognisi yang terjadi di antara keduanya.
Perbedaan dalam Proses Tugas Perempuan
• Bagus dalam kemampuan motorik,
• Tes Komputasi,
• Multi-tasking,
Dapat mengingat kembali posisi objek dalam susunan tertentu,
• Mampu mengeja,
• Lancar dalam penggunaan bahasa,
• Mengingat tanda-tanda sepanjang rute jalan,
• Lebih banyak menggunakan memori verbal,
• Mengapresiasikan kedalaman dan kecepatan perpepsi.

Perbedaan dalam Proses Tugas Lelaki
• Memiliki kemampuan dalam membuat target-target.
• Lebih banyak bekerja (lebih banyak hapal vocabulary),
• Memiliki kemampuan fokus dan konsentrasi tinggi,
• Mathematic reasoning dan pemecahan masalah,
• Navigasi dengan kemampuan spasial geometric,
• Kemampuan verbal,
• Formasi habit dan pemeliharaannya,
• Lebih banyak kerja-kerja spasial.
Perbedaan Fungsional
  1. Pendengaran (Hearing),
Perempuan lebih baik dalam mendengar pembicaraan, musik, atau suara-suara yang lainnya. Sebagai tambahan, ingatan perempuan lebih bisa bertahan lama. Mereka belajar berbicara dan mempelajari bahasa lebih dulu. Kemampuannya dalam memori verbal dan proses bahasa berlangsung cepat dan lebih akurat.
  1. Penglihatan (Vision),
Lelaki memiliki penglihatan yang lebih baik dalam jangkauan yang luas dan persepsi yang mendalam terhadap sesuatu. Lelaki melihat cahaya lebih baik, sementara wanita kurang dapat melihat dengan jelas cahaya di malam hari. Perempuan lebih sensitif pada warna spektrum merah, pandai dalam menginterpretasikan tanda-tanda fasial dan konteks tertentu, memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengingat wajah-wajah dan nama.
  1. Peraba (Touch),
Perempuan memiliki indera peraba yang sangat sensitif. Mereka merespon dengan cepat dan tajam pada luka. Sementara lelaki lebih banyak bereaksi pada temperatur yang ekstrem.

  1. Aktivitas (Activity),
Pria lebih sering bermain dengan berbagai benda daripada para wanita. Sementara wanita lebih banyak merespon pada teman bermainnya. Pilihan arahan ini disebut ”Perputaran perilaku” sebagai perlawanan antara pria dan wanita.
5.      Penciuman dan Perasa (Smell and Taste),
Wanita memiliki indera penciuman dan perasa yang lebih tinggi daripada pria. Mereka lebih banyak merespon aroma, parfum, dan beberapa perubahan dalam rasa.
6.      Penyelesaian Masalah (Problem-Solving),
Para pria maupun wanita memiliki perbedaan dalam menyelesaikan permasalahan mereka.

Kemampuan Verbal
Oleh karena lelaki mengalokasikan banyak daerah korteks untuk fungsi-fungsi spasial, otak mereka cenderung cenderung mengalokasikan sedikit daerah korteks untuk produksi dan penggunaan kata-kata dibandingkan otak perempuan. Belahan otak kanan dan kiri dihubungkan oleh sekumpulan kecil saraf yang disebut corpus callosum sehingga memungkinkan kedua belahan otak berhubungan. Corpus callosum laki-laki umumnya 25 % lebih kecil dibanding milik perempuan. Ketika perasaan atau pikiran akan berpindah dari belahan otak kanan ke kiri, peluang perpindahan tersebut pada seorang lelaki lebih kecil 25 %. Ini perlu diperhatikan mengingat lelaki mengolah bahasa hanya di belahan kiri, sedangkan perempuan menggunakan enam atau tujuh daerah korteks di kedua belahan untuk mengolah bahasa.
Bagi para lelaki, mereka menggunakan sedikit mungkin kata-kata yang diperlukan untuk menyampaikan pendapat, sementara bagi perempuan, kata-kata digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan juga isi.
Ada empat alasan berbicara, yakni:
1.      Berbicara untuk menyatakan sesuatu,
2.      Berbicara untuk memberikan dan menerima dukungan,
3.      Berbicara untuk meredakan ketegangan,
4.      Berbicara untuk menemukan sesuatu yang penting.
Wanita biasanya menggunakan indirect speech alias memberikan isyarat tentang apa yang sebenarnya dia inginkan. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik atau konfrontasi sehingga bisa terjalin hubungan yang harmonis satu sama lain. Indirect speech biasanya menggunakan kata-kata seperti ‘kayaknya’, ‘sepertinya’ dan sebagainya. Indirect speech adalah bagian dari wanita dan untuk membangun hubungan dengan wanita, pria perlu mendengarkan dengan efektif, sambil mengeluarkan ‘bunyi mendengarkan’ seperti “O…,”, “Ehm”, dan bahasa tubuh yang tepat. Ketika wanita bicara menggunakan indirect speech ke wanita lain, tidak pernah ada masalah – wanita lain cukup sensitif untuk mengerti maksud sebenarnya. Tapi, bila dipakai untuk bicara dengan pria, bisa berakibat fatal. Pria menggunakan bahasa langsung atau direct speech dan mereka mengambil makna sebenarnya dari apa yang orang lain katakan. Tapi sebetulnya dengan sedikit kesabaran dan banyak latihan, pria dan wanita bisa belajar untuk mengerti satu sama lain.
D.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Remaja
a. Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. “Batas kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentu­kan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh. Meskipun menerima latihan dan siswaan yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
Arthur Jensen (Hetheringthone, 1999) mengklaim bahwa sebanyak 80% perbedaan IQ dipengaruhi olah faktor pembawaan (keturunan), dan hanya faktor lingkungan sosial yang memiliki proporsi yang kecil. Sedangkan pendapat peneliti lain bahwa lingkungan-budaya tidak memberikan pengasuhan yang optimal terhadap perkembangan inteligensi. Begitu juga dengan Stephen Ceci memperkirakan bahwa sifat inteligensi yang diturunkan dari orangtua begitu besar. Dan Richard Herrnstein & Charles Murray pada tahun 1994 menyatakan bahwa inteligensi didasari oleh faktor genetik.

b. Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

c. Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai ke­sanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak-­anak tak dapat memecahkan soal-soal tertentu, karena soal­-soal itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuh­nya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk me­lakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.

d. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang di­lakukan di sekolah-sekolah, dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).


e. Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan per­buatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorong­an (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives). Dan manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

f. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat me­milih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan Inteligensi.

Semua faktor tersebut di atas saling terkait satu sama lain. Untuk menentukan Inteligen atau tidaknya seorang remaja, kita tidak dapat hanya berpedoman kepada salah satu faktor tersebut di atas. Inteligensi adalah faktor total. Ke­seluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan inteligensi seseorang. 


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berdasarkan hakikatnya, perkembangan kognitif remaja menggambarkan bagaimana pikiran remaja berkembang dan berfungsi untuk dapat berpikir. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operation). Idealnya, seorang remaja sudah punya pola pikir sendiri. Diantaranya bisa digambarkan yaitu: mulai bisa berpikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak, mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah, serta mulai memikirkan masa depan, muncul kemampuan nalar secara ilmiah dan belajar menguji hipotesis atau permasalahan, belajar instropeksi diri, wawasan berpikirnya semakin luas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, jati diri atau identitas. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tapi juga akan mengadaptasi informasi tersebut dengan pemikirannya sendiri.
Sementara itu, berdasarkan aspek perkembangan kognitifnya, remaja lelaki dan perempuan memiliki perbedaan dalam aspek struktur otak, perbedaan kondisi biologis, perbedaan fungsional, dan kemampuan verbal. Remaja lelaki cenderung menggunakan otak kiri dalam proses berpikirnya sehingga lelaki cenderung menggunakan logika dalam penyelesaian masalah. Berbeda dengan perempuan yang cenderung menggunakan otak kanan dan kiri dalam proses berpikirnya sehingga perempuan seringkali mengkaitkan masalah dengan perasaan dan perempun juga dapat mengerjaan pekerjaan multitasking lebih baik disbanding laki-laki.
Berdasarkan pembahasan tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif remaja, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi dapat berasal dari pembawaan (genetik), lingkungan, kematangan, minat & pembawaan yang khas.


B.     Saran
Pengajar dan orangtua sebaiknya memahami perkembangan kognitif pada remaja sehingga mampu memilih metode pengasuhan remaja yang tepat. Para remaja butuh perhatian yang tepat dalam proses belajarnya sehingga ia dapat berkembang menjadi pribadi yang berhasil di sekolah maupun di kehidupannya sehari-hari.



DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV. Pustaka Setia.
Hartinah, Sitti. 2008. Pengembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hetheringtone. 1999. Child Phsicology. New York: McGraw
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo,1990. Jakata: Erlangga.
Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Samsunuwiyati. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Melrat Losda Karya.
Santrock, John W. 2002. The Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2012. Adolescence 13th or 14th Edition. Boston: McGraw-Hill.
Solso. 2007. Psikologi Kognitif (Edisi Ke delapan). Jakarta: Erlangga
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Gunarsa, Singgih, dkk. 1990. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.



No comments:

Post a Comment