PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA REMAJA
Makalah
Disusun Oleh :
Catarina Mandroh (141434008)
Krista Putri Pangaribuan (141434033)
Flaviana Retno Wardani (141434043)
Hendrika Micelyn Amelia Ngamput (141434077)
Monica Tanjung Isti Daryati (141434079)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakasih, karena berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi
pembahasan tentang perkembangan kognitif pada remaja.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Psikologi Remaja
yang selalu memberikan ilmu pengetahuan yang berguna bagi penulis. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua dan teman-teman yang
selalu memberikan dukungan dalam proses belajar di perkuliahan ini. Semoga
dukungan dan semangat tersebut dapat menjadi motivasi penulis dalam
mengembangkan diri dan berkarya.
Makalah ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi yang berguna bagi para pembaca yang sedang dalam proses
belajar. Semoga kita semua selalu memiliki semangat dalam belajar dan berkarya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................ 2
Daftar Isi........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang........................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah................................................................................... 5
C. Tujuan..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 6
- Hakikat Perkembangan Kognitif Remaja…………………….……….6
- Karakter Perkembangan Kognitif Remaja…………………………….8
C. Perbedaan Perkembangan Kognitif Remaja Lelaki & Perempuan.....17
D.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Kognitif Remaja...20
BAB III PENUTUP………………………………………………………….23
- Kesimpulan…………………………………………………………...23
- Saran………………………………………………………………….24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..25
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
“Remaja”, kata yang mengandung berbagai
macam kesan. Beberapa orang mengatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang
biasa saja, tidak berbeda dengan kelompok manusia yang lain. Sedangkan beberapa
pihak lain menganggap bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering
menyusahkan orang tua. Selain pendapat tersebut, terdapat juga yang berpendapat
bahwa remaja adalah potensi yang harus dimanfaatkan (Mappiare, 1982).
Remaja sebetulnya tidak memiliki tempat
yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga
dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada
diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering kali dikenal
dengan fase “mencari jati diri” atau fase “topan dan badai”. Akan tetapi, dalam
fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa anak
potensial, baik dilihat dari aspek kognitif, emosi, maupun fisik (Hartinah, 2008).
Perkembangan yang pesat dalam aspek
intelektual dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mengintegrasikan
dirinya kedalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang
paling menonjol dari semua periode perkembangan. Perkembangan intelektual yang
terus menerus, menyebabkan remaja mampu berpikir operasional formal. Tahap tersebut
memungkinkan remaja mampu berpikir secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan
mempertimbangkan apasaja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa
adanya. Kemampuan intelektual seperti ini yang membedakan masa remaja dari
masa-masa sebelumnya.
Selain itu, perkembangan bakat khusus atau
minat pada remaja juga sudah mulai tertata serta mulai berkurang berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi baik dari diri sendiri maupun dari
lingkungannya. Semua remaja sedikit banyak memiliki minat-minat khusus tertentu
yang terdiri dari berbagai kategori.
Perkembangan intelektual dan bakat khusus
atau minat tersebut merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang terjadi
pada remaja. Perkembangan kognitif ini mempengaruhi bagaimana cara berpikir,
menganaisis sebuah permasalahan, serta kesukaannya terhadap suatu hal tertentu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana perkembangan kognitif
masa remaja?
2.
Apa sajakah tahap-tahap perkembangan kognitif pada remaja?
3.
Apa sajakah
cakupan atau macam-macam perkembangan kognitif pada
remaja?
4.
Apa sajakah
faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif remaja?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui tentang perkembangan kognitif remaja.
2.
Mengetahui tahap-tahap perkembangan kognitif pada remaja?
3.
Mengetahui
cakupan atau macam-macam pertumbuhan kognitif pada remaja.
4.
Mengetahui
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kognitif remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakekat Perkembangan
Kognitif Remaja
Perkembangan
kognitif adalah perkembangan dari pikiran. Pikiran adalah bagian dari otak,
bagian yang digunakan yaitu untuk pemahaman, penalaran, pengetahuan, dan
pengertian. Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu
untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau
peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(inteligensi)yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama ditujukan
kepada ide-ide dan belajar (Susanto, 2011:47).
Psikologi
kognitif mencakup keseluruh proses psikologis – dari sensasi ke persepsi,
pengenalan pola, atensi, kesadaran, belajar, memori, formasi konsep, berpikir,
imajinasi, kecerdasan, bahasa, emosi, dan bagaimana keseluruhan hal tersebut
berubah sepanjang hidup (terkait perkembangan manusia) – dan bersilangan dengan
berbagai bidang perilaku yang beragam (Solso, 2007).
Perkembangan kognitif remaja menggambarkan bagaimana
pikiran remaja berkembang dan berfungsi untuk dapat berpikir. Perkembangan
kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal
operation). Idealnya, seorang remaja sudah punya pola pikir sendiri.
Diantaranya bisa digambarkan yaitu: mulai bisa berpikir logis tentang suatu
gagasan yang abstrak, mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan,
memecahkan masalah, serta mulai memikirkan masa depan, muncul kemampuan nalar
secara ilmiah dan belajar menguji hipotesis atau permasalahan, belajar
instropeksi diri, wawasan berpikirnya semakin luas, bisa meliputi agama,
keadilan, moralitas, jati diri atau identitas. Para remaja tidak
lagi menerima informasi apa adanya, tapi juga akan mengadaptasi informasi tersebut dengan pemikirannya sendiri (Santrock, 2003).
Masa remaja adalah suatu
periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan
pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Hal ini adalah karena selama
periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Sistem saraf
yang berfungsi memperoses informasi berkembang dengan cepat. Di samping itu,
pada masa remaja ini juga terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe
- belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral. Prontal lobe ini berfungsi dalam
aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan
strategis atau kemampuan mengambil keputusan. Perkembangan prontal lobe tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan
kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang
memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru (Desmita, 2010).
Dalam
pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana
informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema
kognitif mereka. Remaja telah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang
lebih penting dibanding ide lainnya. Remaja juga sudah dapat menghubungkan
ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami
dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga
memunculkan suatu ide baru (Jahja, 2011).
Piaget
mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu
interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang
semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak.
Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal. Tahap formal operations adalah suatu tahap di
mana seseorang telah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi
terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi (Jahja,
2011).
Ditinjau
dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran
masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thought) yakni suatu
tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun
dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada tahap
ini anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini, anak
sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi. Selain itu, pada
tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara sistematik untuk memecahkan
permasalahan.
Sebagai
contoh apabila terdapat mobil yang tiba-tiba mogok misalnya, bagi anak yang
berada pada tahap konkrit operasional segera diambil kesimpulan bahwa bensinnya
habis. Ia hanya menghubungkan sebab-akibat dalam satu rangkaian saja. Lain
halnya dengan remaja, ia bisa memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan
mobil tesebut mogok, seperti mungkin businya mati, mungkin platinanya atau
kemungkinan-kemungkinan lain yang memberikan dasar bagi pemikirannya. Dari teori Piaget
tersebut maka dapat dipahami bahwa pemikiran remaja pada tahap operasional
formal ini sudah meliputi
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, dapat menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia
(Jahja, 2011).
B.
Karakteristik Perkembangan Kognitif Remaja
Karakteristik
pemikiran remaja yaitu remaja dapat berpikir secara abstrak, idealistis, dan
logis karena ia telah masuk dalam tahap pemikiran operasional.
-
berpikir abstrak,
yaitu remaja dapat memecahkan persamaan-persamaan aljabar yang abstrak.
-
berpikir idealistis, yaitu remaja sering berpikir tentang apa yang mungkin,
mereka berpikir tentang ciri ideal mereka sendiri, orang lain, dan dunia.
-
berpikir logis, yaitu
remaja mulai berpikir seperti ilmuwan yang menyusun rencana untuk memecahkan
masalah-masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah.
Tahap Perkembangan Kognitif Remaja
Tahap perkembangan kognitif pada
remaja secara garis besar dapat ditinjau
dari dua segi
perubahan perkembangan-perkembangan kognitif, diantaranya:
1. Pemikiran
Operasional Formal
Pemikiran operasional formal (formal operational thought), yaitu suatu tahap perkembangan
kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut
sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada tahap ini anak sudah dapat
berpikir secara abstrak atau hipotesis serta mampu memikirkan sesuatu yang akan
terjadi (sesuatu yang abstrak) (Samsunuwiyati, 2005).
Ditinjau
dari perspektif teori kognitif Piaget bahwa pemikiran operasional berlangsung
antara usia 11 hingga 15 tahun. Beberapa gagasan Piaget tentang pemikiran
operasional formal baru-baru ini ditantang (Byrnes, 1988; Danner, 1989;
Keating, sedang dicetak; Lapsley, 1989; Overton & Byrnes, 1991; Overton
& Montangero, 1991), ternyata terdapat lebih banyak variasi individual pada
pemikiran operasional formal dari pada yang dibayangkan oleh piaget. Hanya
kira-kira satu dari tiga remaja muda adalah pemikir operasional formal (Santrock,
2003).
Ketika remaja berpikir lebih abstrak dan idealistis, mereka mereka juga berpikir lebih logis. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi nama penalaran deduktif hipotestis. Penalaran deduktif hipotetis (hypothetical deductive reasoning) adalah konsep operasional formal Piaget, yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudian mereka menarik kesimpulan secara sistematis, atau menyimpulkan, pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah (Santrock, 2012).
Ketika remaja berpikir lebih abstrak dan idealistis, mereka mereka juga berpikir lebih logis. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini diberi nama penalaran deduktif hipotestis. Penalaran deduktif hipotetis (hypothetical deductive reasoning) adalah konsep operasional formal Piaget, yang menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan hipotesis, atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudian mereka menarik kesimpulan secara sistematis, atau menyimpulkan, pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah (Santrock, 2012).
Akan tetapi, anak tahap formal operasional mulai mampu
memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan
berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk
memecahkan masalah tersebut (Santrock, 2012).
Menurur
Samsunuwiyati (2005), Piaget membedakan gaya pemikiran formal operasional dari
gaya pemikiran konkret operasional dalam tiga hal penting, yaitu:
1. Penekanan pada kemungkinan versus kenyataan.
2. Penggunaan penalaran ilmiah, kualitas ini terlihat
ketika remaja harus memecahkan remaja harus memecahkan beberapa masalah secara
sistematis.
3. Kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide.
2. Perkembangan
Pengambilan Keputusan
Remaja adalah masa dimana terjadi peningkatan
pengambilan keputusan. Dalam hal ini mereka mulai mengambil keputusan-keputusan
tentang masa depan, keputusan dalam memilih teman, keputusan tentang apakah
melanjutkan kuliah setelah tamat SMU atau mencari pekerjaan, keputusan untuk
mengikuti les bahasa Inggris atau komputer, dan sebagainya (Samsunuwiyati,
2005).
Transisi dalam pengambilan keputusan muncul kira-kira
pada usia 11 hingga 12 tahun dan pada usia 15 hingga 16 tahun. Misalnya, dalam
suatu studi, murid-murid kelas 8, 10, dan 12 diberikan dilemma-dilemma yang
meliputi pilihan atas suatu prosedur medis. Murid-murid yang paling tua
cenderung menyebutkan secara spontan berbagai resiko, menyarankan konsultasi
dengan seorang ahli luar, dan mengantisipasi akibat-akibat masa depan
(Santrock, 2002).
Pengambilan
keputusan oleh remaja yang lebih tua sering kali jauh dari sempurna, dan kemampuan
untuk mengambil keputusan tidak menjamin bahwa keputusan semacam itu akan
dibuat dalam kehidupan sehari-hari, luasnya pengalaman sering memainkan peran
yang sangat penting. Untuk itu, remaja perlu memiliki lebih banyak peluang
untuk mempraktekan dan mendiskusikan pengambilan keputusanyang realistis. Salah
satu strategi untuk meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan remaja
terhadap pilihan-pilihan dalam dunia nyata seperti masalah seks, obat-obatan
dan dan kebut-kebutan di jalan adalah dengan mengembangkan lebih banyak peluang
bagi remaja untuk terlibat dalam permainan peran dan pemecahan masalah kelompok
yang berkaitaqn dengan kondisi-kondisi semacam itu di sekolah (Samsunuwiyati,
2005).
3.
Macam-macam
Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan Kognitif
pada remaja dibagi menjadi dua bagian yang umum yaitu perkembangan intelektual
dan perkembangan bakat khusus atau minat. Perkembangan Intelektual berkaitan
dengan kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti, atau pemikiran.
Intelektual biasanya dihubungkan dengan Intelligence
Quatient (IQ). Sedangkan perkembangan bakat khusus atau minat berhubungan potensi
atau talenta.
a.
Perkembangan
Intelektual
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American
Language, istilah intellect,
berarti :
1) Kecakapan
untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati
hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya;
2) Kecakapan
mental yang besar, sangat intelligence;
3) Pikiran
atau intelegensi (Fatimah,
2010)
Gunarsa (1990),
mengajukan beberapa rumusan mengenai intelegensi yaitu sebagai berikut :
1) Intelegensi
merupakan suatu kumpulan seseorang yang memungkinkannya memperoleh ilmu
pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan
dan masalah-masalah yang timbul.
2) Intelegensi
adalah suatu bentuk tingah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tindakan.
3) Intelegensi
meliputi pengalaman dan kemampuan bertambahnya pegertian dan tingkah laku
dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
4) William
Stem mengemukakan bahwa inteegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan
diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir.
5) Binet
berpendapat bahwa intelegensi merupakan kemampuan yang diperleh melalui
keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu
banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu, lingkungan
turut berperan dalam pembentukan intelegensi.
6) Wechler
merumuskan intelegensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir
dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan
secara efektif.” (Singgih & dkk, 1990)
Berdasarkan
beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa intelegensi memiliki
definisi yang sama dengan intelek yang berarti kemampuan berpikir atau
kemampuan dalam bertindak terhadap suatu hal. Banyak para ahli psikologi yang
telah mengembangkan berbaga alat ukur untuk menyatakan tingkat intelegensi
seseorang. Salah satunya adalah Tes Binet Simon yang pengukurannya dinyatakan
dalam angka yang menggambarkan perbandingan kecerdasan mental atau mental age (MA) dengan umur kalender
atau chronological age (CA).
Perbandingan tersebut biasa disebut Intelligence
Quatient (IQ) yang artinya perbandingan kecerdasan.
Intelegensi
pada masa remaja tidak mudah diukur karena perubahan kecepatan perkembangan
kemampuan tersebut tidak mudah terlihat. Pada masa remaja, kemampuan untuk
mengatasi masalah yang majemuk terus bertambah. Pada awal remaja kira-kira pada
umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal atau
berpikir abstrak, pada masa ini, ia telah berpikir dengan mempertimbangkan hal
yang mungkin disamping hal yang nyata. Pada usia ini ia telah berpikir
hipotetik (Fatimah,
2010).
Berpikir
operasional formal setidak-tidaknya memiliki
dua sifat yang penting, yaitu sebagai berikut :
1)
Sifat
deduktif hipotesis
Dalam
menyelesaikan masalah, remaja biasanya dalam mengawali pemikiran akan bersifat
teoritis. Remaja akan menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara peyelesaian
masalah dan mengajukan cara-cara
penyelesaian berdasarkan cara berpikir induktif atau deduktif maupun kombinasi
keduanya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, ia dapat membuat suatu strategi
penyelesaian masalah. Remaja mengajukan pendapat atau prediksi tertentu
(proporsi), kemudian mecari hubungan dari
proporsi tersebut.
2)
Berpikir
operasional juga berpikir kombinaris
Sifat ini
merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara melakukan
analisis. Dengan berpikir operasional formal, seorang remaja akan memperoleh problem solving yang benar-benar ilmiah
serta dimungkinkan untuk mengadakan pengujian
hipotesis dengan variabe-variabel tertentu. Berpikir abstrak atau formal operation merupakan cara berpikir
yang bertalian dengan hal-hal abstrak dan kejadian-kejadian yang tidak langsung
dihayati (Fatimah,
2010).
Dalam
suatu eksperimen yang dilakukan Piaget dan Inhelder (1958), kepada anak-anak
dan remaja diberikan lima tabung yang berisi cairan tanpa warna. Empat tabung
diberi label 1,2,3, dan 4, serta tabung kelima diberi label g. kepada anak-anak diminta untuk
mengombinasikan cairan-cairan tersebut sehingga diperoleh cairan yang berwarna
kuning. Dalam melakukan tugas ini, maka anak-anak tahap pra-operasional akan
mengombinasikan cairan yang satu ke yang lain secara tidak teratur. Anak-anak
pada tahap konkrit operasional akan mengombinasikannya secara lebih teratur dan
mencoba memecahkan persoalan ini melalui trial
and error. Mereka mencoba menuangkan cairan dalam tabung dengan label g ke dalam masing-masing dari keempat
tabung lain, dan setelah itu ia menyerah (Desmita, 2010).
Akan
tetapi, anak tahap formal operasional mulai mampu memecahkan masalah dengan
membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi
berbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk masalah tersebut. Oleh
karena itu mereka mencoba semua kemungkinan kombinasi dan secara sistematis
akan menambahkan cairan dalam tabung g ke dalam keempat tabung cairan lain.
Kemudian ia akan mengambil tabung 1 dan mengombinasikannya dengan g, kemudian
dengan tabung 2, kemudian dengan tabung 3, dan dengan tabung 4, serta sering
mencatat tentang apa yang telah mereka coba.
Cara
berpikir tersebut terlepas dari tempat dan waktu. Akan tetapi, cara berpikir hipotesis
deduktif yang sistematis tidak selalu dicapai oleh semua remaja. Tercapai atau
tidaknya cara berpikir ini tergantung pada tingkat intelegensi dan kebudayaan
sekitarnya.
b.
Perkembangan
Bakat Khusus atau Minat
Terdapat
perbedaan antar individu dalam
tingkat kemampuan atau prestasi. Hal ini karena terdapat perbedaan bakat yang
dibawa sejak lahir dan hasil dari latihan atau pengalaman. Bakat adalah
kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan melalui
latihan. Jadi, bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau
keterampilan yang relatif bersifat umum atau khusus (talenta) (Fatimah, 2010).
Sedangkan
minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari
perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan –
kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bakat dan minat berbeda tetapi memiliki kesamaan dalam
hal pilihannya terhadap suatu hal tertentu (Mappiare, 1982).
Faktor
perbedaan bakat atau minat khusus bergantung pada seks, intelegensi, lingkungan
dimana dia hidup, kesempatan untuk mengembangkan minat, minat teman sebaya,
status dalam kelopok sosial, kemampuan bawaan, minat keluarga, dll. Dalam masa
remaja, minat yang dibawa pada masa kanak-kanak cenderung berkurang dan diganti
oleh minat yang lebih matang. Selain itu, tanggung jawab yang harus dipikul
semakin besar serta berkurangnya waktu yang dapat digunakan sesuka hati, maka
remaja dari waktu ke waktu harus membatasi minatnya, terutama dbidang rekreasi (Hurlock, 1980).
Semua
remaja sedikit banyak memiliki minat-minat khusus tertentu yang terdiri dari
berbagai kategori. Meskipun terdapat berbagai ragam minat, namun terdapat minat
tertentu yang hampir universal yaitu :
a.
Minat
Rekreasi
Selama
masa remaja, remaja cenderung menghentikan aktivitas rekreasi yang menuntut
banyak pengorbanan tenaga dan berhenti serta akan bertindak sebagai pengamat
yang pasif. Pada awal masa remaja, aktivitas permainan akan diganti dengan
bentuk rekreasi yang lebih matang. Pola rekreasi tersebut hampir sama dengan
pola akhir masa remaja dan pada awal masa dewasa.
Beberapa
macam minat rekreasi remaja yaitu:
·
Permainan dan Olah raga
Remaja mulai
menyukai olahraga tontonan daripada olahraga yang terorganisasi. Selain itu,
remaja lebih menyukai permainan yang menuntut keterampilan intelektual seperti
permainan kartu, dll.
·
Bersantai
Remaja gemar
bersantai dan mengobrol dengan teman-teman. Mereka makan sambil bergurau atau
membicarakan orang lain mauun hal-hal yang lagi populer pada saat itu.
·
Hobi
Remaja yang
kurang populer lebih berminat pada hobi dibandingkan dengan bentuk rekreasi
lain karena sebagian besar hobi merupakan kegiatan rekreasi seorang diri.
Selain
minat rekreasi yang teah disebutkan diatas, masih terdapat berbagai macam minat
rekreasi yang dilakukan remaja. Banyaknya rekreasi yang diikuti remaja sangat
dipengaruhi oleh derajat kepopulerannya. Selain itu, banyaknya tekanan yang
berasal dari tugas sekolah, tugas rumah dan kegiatan lain yang membatasi waktu
untuk rekreasi juga menjadi salah satu faktor.
b.
Minat
Sosial
Minat yang
bersifat sosial bergantung pada kesempatan yang diperoleh remaja untuk
mengembangkan minat tersebut pada kepopulerannya dalam kelompok. Beberapa minat
sosial remaja diantaranya adalah menolong orang lain, peristiwa dunia yang
diungkapkan melalui bacaan dan pembicaraan dengan teman, guru, dan orang lain.
Selain itu, minat sosial lainnya adalah minat remaja untuk mengkritisi orang
lain.
c.
Minat
Pendidikan
Besarnya
minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka terhadap
pekerjaan. Apabila remaja mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan
tinggi, maka pendidikan akan dianggap sebagai batu loncatan. Biasanya remaja
lebih menaruh minat terhadap pelajaran yang berguna dalam bidang pekerjaan yang
dipilihnya.
Selain
itu, terdapat pula remaja yang tidak berminat pada pendidikan dan biasanya
membenci sekolah. Remaja yang tergolong dalam hal tersebut dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1.
Remaja yang orangtuanya memiliki cita-cita
tinggi yang tidak realistik terhadap prestasi akademik, atletik, atau prestasi
sosial yang terus menerus mendesak untuk mencapai sasaran yang dikehendaki.
2.
Remaja yang kurang diterima oleh
teman-teman sekelas yang merasa tidak mengalami kegembiraan sebagaimana yang
dialami oleh yang lain.
3.
Remaja yang matang lebih awal, yang merasa
fisiknya jauh lebih besar dibandingkan dengan ang lain sehingga seringkali
diharapkan berprestasi lebih baik daripada yang lain.
Para
remaja yang kurang berminat pada pendidikan biasanya menunjukkan ketidaksenangannya
dengan cara menjadi orang yang berprestasi rendah – bekerja dibawah kemampuan
dalam setiap mata pelajaran atau dalam mata peajaran yang tidak disukai. Selain
itu, terdapat pula yang membolos baik dalam mata pelajaran yag tidak disukai
ataupun semua mata pelajaran.
d.
Minat
Religius (Agama)
Minat
pada agama tamak dengan adanya pembahasan agama dikalangan remaja, mengikuti
pelajaran agama disekola dan di perguruan tinggi, mengikuti upacara keagamaan
sesuai dengan keyakinan yang dianutnya, dll. Minat religius remaja memiliki
pola perubahan yang sistematis yaitu:
1.
Periode Kesadaran
Religius
Pada saat remaja
mengikuti keyakinan orang tua, minat religiusnya meninggi dan mengakibatkan
menjadi bersemangat mengenai agama. Seringkali akan dibandingkan dengan
keyakinan orang lain secara kritis.
2.
Periode Keraguan
Religius
Berdasarkan
analisis yang dilakukan secara kritis, remaja akan sering bersikap skeptis pada
berbagai bentuk religius, seperti berdoa dll. Bagi beberapa remaja, keraguan
yang tercipta akan membuat mereka kurang taat pada agama. Sebagian yang lain,
kan mencari kepercayaan yang lain.
3.
Periode Rekontruksi Agama
Cepat atau
lambat, remaja akan membutuhkan kepercayaan agama meskipun kepercayaan pada
masa kanak-kanak kurang memuaskan.
C.
Perbedaan Perkembangan Kognitif Remaja Lelaki & Perempuan
Struktur Otak
Otak
lelaki cenderung berkembang dan memiliki ketrampilan spasial yang kompleks
seperti perancangan mekanis, pengukuran, penentuan arah, abstraksi, dan
manipulasi benda-benda fisik. Hypothalamus mengatur sekresi hormon-hormon kita.
Suplai hormon testosteron selama dalam kandungan dan kemudian pada masa puber
turut mempengaruhi kecenderungan kaum lelaki untuk memakai strategi-strategi
spasial dan mekanis di dalam otak mereka
(Santrock, 2003).
Perbedaan
Kondisi Biologis
Setelah
melewati penelitian bertahun-tahun, para pakar mengemukakan bahwa adanya
perbedaan fisik yang terlihat jelas antara otak lelaki
dan perempuan. Perbedaaan struktur
seperti inilah yang kemudian berpengaruh juga pada perilaku, perkembangan
mental, dan proses kognisi yang terjadi di antara keduanya.
Perbedaan dalam Proses
Tugas Perempuan
• Bagus dalam kemampuan
motorik,
• Tes Komputasi,
• Multi-tasking,
• Dapat mengingat kembali
posisi objek dalam susunan tertentu,
•
Mampu mengeja,
• Lancar dalam penggunaan
bahasa,
• Mengingat tanda-tanda
sepanjang rute jalan,
• Lebih banyak
menggunakan memori verbal,
• Mengapresiasikan
kedalaman dan kecepatan perpepsi.
Perbedaan
dalam Proses Tugas Lelaki
• Memiliki kemampuan
dalam membuat target-target.
• Lebih banyak bekerja
(lebih banyak hapal vocabulary),
• Memiliki kemampuan
fokus dan konsentrasi tinggi,
• Mathematic reasoning
dan pemecahan masalah,
• Navigasi dengan
kemampuan spasial geometric,
• Kemampuan verbal,
• Formasi habit dan
pemeliharaannya,
• Lebih banyak
kerja-kerja spasial.
Perbedaan
Fungsional
- Pendengaran (Hearing),
Perempuan
lebih baik dalam mendengar pembicaraan, musik, atau suara-suara yang lainnya.
Sebagai tambahan, ingatan perempuan
lebih bisa bertahan lama. Mereka belajar berbicara dan mempelajari bahasa lebih
dulu. Kemampuannya dalam memori verbal dan proses bahasa berlangsung cepat dan
lebih akurat.
- Penglihatan (Vision),
Lelaki
memiliki penglihatan yang lebih baik dalam jangkauan yang luas dan persepsi
yang mendalam terhadap sesuatu. Lelaki
melihat cahaya lebih baik, sementara wanita kurang dapat melihat dengan jelas
cahaya di malam hari. Perempuan
lebih sensitif pada warna spektrum merah, pandai dalam menginterpretasikan
tanda-tanda fasial dan konteks tertentu, memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk mengingat wajah-wajah dan nama.
- Peraba (Touch),
Perempuan
memiliki indera peraba yang sangat sensitif. Mereka merespon dengan cepat dan
tajam pada luka. Sementara lelaki
lebih banyak bereaksi pada temperatur yang ekstrem.
- Aktivitas (Activity),
Pria
lebih sering bermain dengan berbagai benda daripada para wanita. Sementara
wanita lebih banyak merespon pada teman bermainnya. Pilihan arahan ini disebut
”Perputaran perilaku” sebagai perlawanan antara pria dan wanita.
5.
Penciuman dan Perasa (Smell and Taste),
Wanita
memiliki indera penciuman dan perasa yang lebih tinggi daripada pria. Mereka
lebih banyak merespon aroma, parfum, dan beberapa perubahan dalam rasa.
6.
Penyelesaian Masalah (Problem-Solving),
Para
pria maupun wanita memiliki perbedaan dalam menyelesaikan permasalahan mereka.
Kemampuan Verbal
Oleh
karena lelaki mengalokasikan banyak daerah korteks untuk fungsi-fungsi spasial,
otak mereka cenderung cenderung mengalokasikan sedikit daerah korteks untuk
produksi dan penggunaan kata-kata dibandingkan otak perempuan. Belahan otak
kanan dan kiri dihubungkan oleh sekumpulan kecil saraf yang disebut corpus
callosum sehingga memungkinkan kedua belahan otak berhubungan. Corpus callosum
laki-laki umumnya 25 % lebih kecil dibanding milik perempuan. Ketika perasaan
atau pikiran akan berpindah dari belahan otak kanan ke kiri, peluang
perpindahan tersebut pada seorang lelaki lebih kecil 25 %. Ini perlu
diperhatikan mengingat lelaki mengolah bahasa hanya di belahan kiri, sedangkan
perempuan menggunakan enam atau tujuh daerah korteks di kedua belahan untuk
mengolah bahasa.
Bagi
para lelaki, mereka menggunakan
sedikit mungkin kata-kata yang diperlukan untuk menyampaikan pendapat,
sementara bagi perempuan,
kata-kata digunakan untuk mengungkapkan perasaan dan juga isi.
Ada
empat alasan berbicara, yakni:
1.
Berbicara untuk
menyatakan sesuatu,
2.
Berbicara untuk
memberikan dan menerima dukungan,
3.
Berbicara untuk meredakan
ketegangan,
4.
Berbicara untuk menemukan
sesuatu yang penting.
Wanita
biasanya menggunakan indirect speech alias memberikan isyarat tentang apa yang
sebenarnya dia inginkan. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik atau
konfrontasi sehingga bisa terjalin hubungan yang harmonis satu sama lain.
Indirect speech biasanya menggunakan kata-kata seperti ‘kayaknya’, ‘sepertinya’
dan sebagainya. Indirect speech
adalah bagian dari wanita dan untuk membangun hubungan dengan wanita, pria
perlu mendengarkan dengan efektif, sambil mengeluarkan ‘bunyi mendengarkan’
seperti “O…,”, “Ehm”, dan bahasa tubuh yang tepat. Ketika wanita bicara
menggunakan indirect speech ke wanita lain, tidak pernah ada masalah – wanita
lain cukup sensitif untuk mengerti maksud sebenarnya. Tapi, bila dipakai untuk
bicara dengan pria, bisa berakibat fatal. Pria menggunakan bahasa langsung atau
direct speech dan mereka mengambil
makna sebenarnya dari apa yang orang lain katakan. Tapi sebetulnya dengan
sedikit kesabaran dan banyak latihan, pria dan wanita bisa belajar untuk
mengerti satu sama lain.
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Remaja
a. Pembawaan
a. Pembawaan
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan
ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. “Batas kesanggupan kita”, yakni dapat
tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita.
Orang itu ada yang pintar dan ada yang bodoh. Meskipun menerima latihan dan
siswaan yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.
Arthur Jensen (Hetheringthone, 1999)
mengklaim bahwa sebanyak 80% perbedaan IQ dipengaruhi olah faktor pembawaan
(keturunan), dan hanya faktor lingkungan sosial yang memiliki proporsi yang
kecil. Sedangkan pendapat peneliti lain bahwa lingkungan-budaya tidak
memberikan pengasuhan yang optimal terhadap perkembangan inteligensi. Begitu
juga dengan Stephen Ceci memperkirakan bahwa sifat inteligensi yang diturunkan
dari orangtua begitu besar. Dan Richard Herrnstein & Charles Murray pada
tahun 1994 menyatakan bahwa inteligensi didasari oleh faktor genetik.
b. Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya
sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan
perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain
gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting.
c. Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan
telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing. Anak-anak
tak dapat memecahkan soal-soal tertentu, karena soal-soal itu masih terlampau
sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum
matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan
umur.
d. Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar
diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Dapat kita bedakan
pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah, dan
pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
e. Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu
tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives). Dan
manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan
timbullah minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya
untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
f. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat
memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia
mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak
selamanya menjadi syarat dalam perbuatan Inteligensi.
Semua faktor tersebut di atas saling
terkait satu sama lain. Untuk menentukan Inteligen atau tidaknya seorang remaja, kita tidak dapat hanya
berpedoman kepada salah satu faktor tersebut di atas. Inteligensi adalah faktor
total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan inteligensi
seseorang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hakikatnya, perkembangan kognitif remaja
menggambarkan bagaimana pikiran remaja berkembang dan berfungsi untuk dapat
berpikir. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget merupakan
periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operation). Idealnya,
seorang remaja sudah punya pola pikir sendiri. Diantaranya bisa digambarkan
yaitu: mulai bisa berpikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak, mulai bisa
membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah, serta mulai
memikirkan masa depan, muncul kemampuan nalar secara ilmiah dan belajar menguji
hipotesis atau permasalahan, belajar instropeksi diri, wawasan berpikirnya
semakin luas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, jati diri atau
identitas. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya,
tapi juga akan mengadaptasi informasi tersebut
dengan pemikirannya sendiri.
Sementara itu, berdasarkan aspek perkembangan kognitifnya, remaja lelaki
dan perempuan memiliki perbedaan dalam aspek struktur otak, perbedaan kondisi
biologis, perbedaan fungsional, dan kemampuan verbal. Remaja lelaki cenderung
menggunakan otak kiri dalam proses berpikirnya sehingga lelaki cenderung
menggunakan logika dalam penyelesaian masalah. Berbeda dengan perempuan yang
cenderung menggunakan otak kanan dan kiri dalam proses berpikirnya sehingga
perempuan seringkali mengkaitkan masalah dengan perasaan dan perempun juga
dapat mengerjaan pekerjaan multitasking lebih baik disbanding laki-laki.
Berdasarkan
pembahasan tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif remaja, maka
dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi dapat berasal dari pembawaan (genetik), lingkungan, kematangan, minat & pembawaan yang
khas.
B.
Saran
Pengajar dan orangtua sebaiknya memahami perkembangan kognitif pada remaja sehingga
mampu memilih metode pengasuhan remaja yang tepat. Para remaja butuh perhatian
yang tepat dalam proses belajarnya sehingga ia dapat berkembang menjadi pribadi
yang berhasil di sekolah maupun di kehidupannya sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan
Peserta Didik). Bandung: CV. Pustaka Setia.
Hartinah, Sitti. 2008. Pengembangan Peserta Didik.
Bandung: PT. Refika Aditama.
Hetheringtone. 1999. Child Phsicology. New York: McGraw
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh
Istiwidayanti dan Soedjarwo,1990. Jakata: Erlangga.
Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Kencana.
Mappiare, Andi. 1982. Psikologi
Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Samsunuwiyati. 2005. Psikologi Perkembangan.
Bandung:
Melrat Losda Karya.
Santrock, John W. 2002. The
Span Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2003. Adolescence:
Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. 2012. Adolescence 13th
or 14th Edition. Boston: McGraw-Hill.
Solso. 2007. Psikologi Kognitif (Edisi Ke
delapan). Jakarta: Erlangga
Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: Kencana
Gunarsa, Singgih, dkk. 1990. Psikologi
Remaja. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
No comments:
Post a Comment